Thursday, 30 June 2016

Kumpulan Puisi Pilihan Lomba Baca Puisi FLS2N 2016

Kumpulan Puisi Pilihan | Lomba Baca Puisi | FLS2N 2016

D. Zawawi Imron
SUNGAI KECIL

sungai kecil, sungai kecil!
di manakah engkau telah kulihat?
antara cirebon dan purwokerto
ataukah hanya dalam mimpi?
di atasmu batu-batu kecil
sekeras rinduku dan

di tepimu daun-daun
bergoyang menaburkan sesuatu
yang kuminta dalam doaku
sungai kecil, sungai kecil!
terangkanlah kepadaku,
di manakah negeri asalmu?
di atasmu akan kupasang
jembatan bambu
agar para petani mudah melintasimu
akan kubersihkan lubukmu agar
para perampok yang mandi
merasakan juga sejuk airmu
sungai kecil, sungai kecil!
mengalirlah terus ke rongga jantungku
dan kalau kau payah,
istirahatlah ke dalam tidurku!
kau yang jelita kutembangkan
buat kasihku.

Asrul Sani
SURAT DARI IBU

Pergi ke dunia luas, anakku sayang
pergi ke dunia bebas!
Selama angin masih angin buritan
dan matahari pagi
menyinar daun-daunan
dalam rimba padang hijau
Pergi ke laut lepas, anakku sayang
pergi ke alam bebas!
Selama hari belum petang,
dan warna senja
belum kemerah-merahan
menutup pintu waktu lampau
Jika bayang telah pudar
dan elang laut pulang ke sarang
angin bertiup ke benua
Tiang-tiang akan kering sendiri
dan nakhoda sudah tahu pedoman
boleh engkau datang padaku!

Sanusi Pane
TERATAI

Kepada Ki Hadjar Dewantara

Dalam kebun di tanah airku
Tumbuh sekuntum bunga teratai;
Tersembunyi kembang indah permai,
Tidak terlihat orang yang lalu.
Akarnya tumbuh di hati dunia
Daun berseri Laksmi mengarang
Biarpun ia diabaikan orang,
Seroja kembang gemilang mulia.
Teruslah, o Teratai bahagia
Berseri di kebun Indonesia
Biar sedikit penjaga taman.
Biarpun engkau tidak dilihat,
Biarpun angkat tidak diminat,
Engkau pun turut menjaga Zaman.

Leon Agusta
ORANG-ORANG HUKUMAN SETELAH SENJA

Sepi itu kembali hinggap ke bumi
Sepi yang berlanjut
Ke pusat larut
Sementara itu
awan-awan merah menggamit
dalam gigil bendungan pemusnah,
hingga debu-debu terakhir
menghilang di kegelapan
Marapatkan daun pintu
Denyut jemu kemerdekaan
mengetuk-ngetuk tembok
Beserpihan di bawah palu
teror demi teror
Menggemakan maha sayupnya utopia
Berlatarkan nyanyian Eros dan nostalgia
yang tertekan;
sedang engkau yang datang pun
Tak menembus jaringan yang menjerat
nafas terputus-putus
Orang-orang hukuman setelah senja
Membaca mengatas aksara
Menulis hidup jelaga
Di dasar sepinya sendiri
Atas segala janji: Dimungkiri

Sapardi Djoko Damono
DALAM DOAKU

dalam doaku subuh ini kau menjelma
langit yang semalaman
tak memejamkan mata,
yang meluas bening siap menerima
cahaya pertama,
yang melengkung hening karena akan
menerima suara-suara
ketika matahari mengambang tenang
di atas kepala,
dalam doaku
kau menjelma pucuk-pucuk cemara
yang hijau senantiasa,
yang tak henti-hentinya mengajukan
pertanyaan muskil
kepada angin yang mendesau entah dari
mana
dalam doaku sore ini kau menjelma
seekor burung gereja
yang mengibas-ngibaskan bulunya
dalam gerimis,
yang hinggap di ranting
dan menggugurkan bulu-bulu bunga
jambu,
yang tiba-tiba gelisah dan terbang lalu
hinggap di dahan mangga itu
magrib ini dalam doaku kau menjelma
angin yang turun sangat
pelahan dari nun di sana,
yang bersijingkat di jalan kecil
itu menyusup di celah-celah jendela
dan pintu dan
menyentuh-nyentuhkan pipi
dan bibirnya di rambut, dahi
dan bulu-bulu mataku

Eka Budianta
AKU MUTIARA BANGSA INDONESIA

Aku anak Indonesia sejati
Berdarah laut berjiwa matahari
Aku pemilik garis khatulistiwa
Dilahirkan pertiwi
untuk hidup merdeka
Angin gunung
adalah nafas perdamaianku
Bersama para petani di desa
Aku mengolah bumi kelahiranku
Bersama nelayan-nelayan perkasa
Aku menggarap gelombang hidupku
Pembela hutan dan samudera,
adalah aku
Pelindung tumbuhan dan aneka satwa
Adalah aku,
adalah aku mutiara bangsaku
Sejarah akan mencatat cintaku padamu,
Ibu
Ketika hujan menyuburkan daerah
perkebunan
Ketika rembulan berlinang menyiram
kota-kota
Aku bersamadi bersama segenap
bangsaku
“Tuhan, beri kami otot dan semangat
menyala
Untuk membangun negeri kurniaMu
tercinta”
Bersama segenap saudara aku
berkembang
Yang lahir di tepi danau Toba yang
besar di Tondano
Yang mekar di Padang-padang Nusa
Tenggara
Yang menyusu di rimba Irian dan
Kalimantan
Saudaraku semua saudaraku semua
Aku adalah anak Indonesia sejati
Berdarah laut berjiwa matahari
Menyinarkan kemanusiaan dan cahaya
Ilahi
Memancarkan persatuan dan demokrasi
Bekerja tanpa pamrih untuk pertiwi
Adalah aku, adalah aku mutiara bangsa
ini
Kekayaan alam yang dilimpahkan
Tuhan
Bakat-bakat yang dianugrahkan padaku
Keberanian dan cita-cita warisan nenek
moyang
Adalah pusaka hidupku, adalah
pendorongku
Dunia akan paham mengapa aku
bangga
Menjadi anak sejati Indonesia
Jutaan saudaraku akan bangkit
membuktikan
Kelahiran kami di sini tidak sia-sia
Bersama anggrek Vanda sumatrana,
Bersama ikan-ikan arwana dan burungburung
langka
Kami memperindah kehidupan umat
manusia
Mensyukuri berkah Tuhan dengan
bekerja
Mewujudkan kebanggaan Indonesia
dengan segala daya
Aku adalah mutiara bangsa Indonesia
Sinarku lembut tapi kuat dan pasti
Aku akan mati tersenyum sebagai anak
Indonesia
Mutiara bangsa Indonesia, anak
Indonesia sejati !
Tuhan yang menciptakan seni dan bumi
air dan udara dan api,
menciptakan semua kita yang ada,
selalu hormat dan cinta padamu,
langit dan dedaunan gemelepar,
bulan dan bintang hidup dan berhikmat
selalu
bagimu dan bagimu dan bagimu.
Sebanyak daunan lampu digantung di
dahan pohonan
untuk meriahkan istana yang asing dan
tetap asing bagimu,
meja bangkit dan kemewahan dibuka
berbatasan dengan lingkaran dunia
yang pahit, duniamu.
Bulan dan bintang yang setia dan tetap
setia padamu,
Meredupkan lampu-lampu yang banyak
dusta dan penipuan.
Namamu tergores di setiap rangka
tulang bangunan dan keuntungan,
Kendatipun tidak dicanangkan malahan
dilupakan.
Kaulah sebenarnya yang lahirkan
kemerdekaan,
tanpa idamkan taman dan tugu
kemerdekaan,
Kaulah sebenarnya yang bangkitkan
pembebasan,
tanpa kucup kenikmatan dan
kemegahan pembebasan.
Butir padi, garam dan perlindungan,
Ladang, daratan, air dan kekuatan,
adalah kepunyaan dan kelahiranmu.
Warisanmu adalah sungai, tanaman,
warisanmu adalah tiap tegukan dan
santapan.

Ramadhan K.H.
NYANYIAN YANG DILUPAKAN

Kau adalah kapten barisan yang selalu
ada di depan,
Untuk kemerdekaan dan kemanusiaan
Kau adalah pertahanan utama yang
selalu pantang menyerah,
untuk pembebasan dan keagungan.
Pahlawan kemerdekaan, kaulah satusatunya
pahlawan kemerdekaan
dan tiada yang lain yang lebih patut
pakaikan mahkota kemerdekaan.
Pejuang perdamaian, kaulah satusatunya
pejuang perdamaian
dan tiada yang lain yang lebih patut
kenakan bintang perdamaian.
Waktu pistol pertama meletus untuk
kemerdekaan,
adalah pistol jantungmu yang
ditembakkan.
Waktu bendera pertama berkibar untuk
pembebasan,
adalah bendera semangatmu yang
diacungkan.
Waktu kurban pertama diminta untuk
keagungan,
adalah nyawamu yang pertama
dikurbankan.
Kau adalah alas dan puncak semua
pujian dan pujaan;
Sejak fajar sampai fajar jadi sasaran
penipuan dan pencekikan

Budiman S. Hartojo
KEPADA TANAH AIR

apa yang bisa kukatakan padamu
ya, tumpahan segala kerja
apalah yang bisa kuberikan padamu
wahai, cucuran darah jelata
terik surya di atas khatulistiwa
demikian keras mengisap keringatku
bumi subur yang tak terduga
terlalu kaya buat disiram air mata
tanah air yang pendiam dan rendah hati
siangmu kudengar dalam keluh kerja
tersia
malammu memeras kediaman tangis
dan dosa
adakah keluh duka ini kan terpupus
oleh kata demi kata?
di sini berkecamuk nasib dan harap
tertunda
di sini berabad terpampat derita rakyat
membaja
aku tahu, antara perbuatan, kerja dan
cinta
sudah sekian lama bangsaku
memperhitungkannya
segala lagu angin dan lambaian pucukpucuk
kelapa
deburan ombak dan kicau burung pagi
dan senja
seolah mengabarkan sebuah kerinduan
tentang kemerdekaan yang sebenarnya
hilang di angin
apalah yang lebih penting dari makna
kehidupan
dalam tuntutan segenap bangsaku yang
lapar merana
selain nafas kerinduan akan cinta
selain arti yang terwujud dalam
kebenaran arti kerja?
namun tangis anak-anak yang tak
kunjung mengerti
adalah pernyataan yang sungguh
tentang arti rizki
sementara itu bapa-bapa kita yang
terhormat bicara juga
sedang apapun yang terjadi
di mimbar atau di sini
tidak juga terpenuhi!

Toto Sudarto Bachtiar
IBU KOTA SENJA

Penghidupan sehari-hari, kehidupan
sehari-hari
Antara kuli-kuli berdaki dan
perempuan bertelanjang mandi
Di sungai kesayangan , o , kota kekasih
Klakson oto dan lonceng trem saingmenyaingi
Udara menekan berat di atas jalan
panjang berkelokan
Gedung-gedung dan kepala mengabur
dalam senja
Mengurai dan layung–layung membara
di langit barat daya
O, kota kekasih
Tekankan aku pada pusat hatimu
Di tengah-tengah kesibukanmu dan
penderitaanmu
Aku seperti mimpi, bulan putih di
lautan awan belia
Sumber-sumber yang murni terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Dan tangan serta kata menahan napas
lepas bebas
Menunggu waktu mengangkut maut
Aku tiada tahu apa- apa, di luar yang
sederhana
Nyanyian–nyanyian kesenduan yang
bercanda kesedihan
Menunggu waktu keteduhan terlanggar
di pintu dinihari
Serta di keabadian mimpi–mimpi
manusia
Klakson dan lonceng bunyi bergiliran
Dalam kehidupan sehari–hari ,
kehidupan sehari–hari
Antara kuli-kuli yang kembali
Dan perempuan mendaki tepi sungai
kesayangan
Serta anak-anak yang berenang tertawa
tak berdosa
Di bawah bayangan samar istana kejang
Layung-layung senja melambung hilang
Dalam hitam malam menjulur tergesa
Sumber-sumber murni menetap
terpendam
Senantiasa diselaputi bumi keabuan
Serta senjata dan tangan menahan
napas lepas bebas
O, kota kekasih setelah senja
Kota kediamanku, kota kerinduanku.

Emha Ainun Nadjib
Doa Syukur Sawah Ladang

Atas padi yang engkau tumbuhkan dari
sawah
ladang bumimu, kupanjatkan syukur
dan
kunyanyikan lagu gembira sebagaimana
padi itu
sendiri berterima kasih kepadamu dan
bersukaria
lahir dari tanah, menguning di sawah,
menjadi
beras di tampah, kemudian sebagai nasi
memasuki
tenggorokan hambamu yang gerah ,
adalah cara
paling mulia bagi padi untuk tiba
kembali di
pangkuanmu
betapa gembira hati pisang yang dikuliti
dan
dimakan oleh manusia, karena
demikianlah tugas
luhurnya di dunia, pasrah di
pengolahan usus para
hamba, menjadi sari inti kesehatan dan
kesejahteraan
demikianpun betapa riang udara yang
dihirup
air yang direguk, sungai yang mengaliri
pesawahan,
kolam tempat anak-anak berenang,
lautan penyedia
bermilyar ikan serta kandungan
bumimu yang
menyiapkan berjuta macam hiasan
atas segala tumpahan kasih sayangmu
kepadaku
ya allah, baik berupa rejeki maupun
cobaan,
kelebihan atas kekurangan ,
kudendangkan rasa
bahagia dan tekadku sebiasa-bisa untuk
membalas
cinta
aku bersembahyang kepadamu,
berjamaah
dengan langit dan bumimu, dengan
siang dan malammu,
dengan matahari yang setia bercahaya
dan
angin yang berhembus menyejukan
desa-desa
Sutan Takdir Alisjahbana
Menuju ke Laut
Angkatan Baru
Kami telah meninggalkan engkau,
tasik yang tenang , tiada beriak
diteduhi gunung yang rimbun
dari angin dan topan
Sebab sekali kami terbangun
dari mimpi yang nikmat :
“Ombak ria berkejar-kejaran
di gelanggang biru bertepi langit
Pasir rata berulang dikecup,
tebing curam ditentang diserang,
dalam bergurau bersama angin
dalam berlomba bersama mega.”
Sejak itu jiwa gelisah,
selalu berjuang, tiada reda,
Ketenangan lama rasa beku,
gunung pelindung rasa penggalang,
berontak hati hendak bebas.
Gemuruh berderau kami jatuh,
terhempas berderai mutiara bercahaya.
Gegap gempita suara mengerang,
dahsyat bahana suara menang.
Keluh dan gelak silih berganti,
pekik dan tempik sambut menyambut.
Tetapi betapa sukarnya jalan,
badan terhempas , kepala tertumbuk,
hati hancur, pikiran kusut,
namun kembali tiada ingin,
ketenangan lama tiada diratap.
Kami telah meninggalkan engkau,
tasik yang tenang, tiada beriak,
diteduhi gunung yang rimbun,
dari angin dan topan.
Sebab sekali kami terbangun,
dari mimpi yang nikmat.

W.S Rendra
SAJAK SEONGOK JAGUNG

Seongok jagung di kamar
dan seorang pemuda
yang kurang sekolahan
Memandang jagung itu
sang pemuda melihat ladang :
ia melihat petani :
ia melihat panen :
dan suatu hari subuh,
para wanita dengan gendongan
pergi ke pasar..
Dan ia juga melihat
suatu pagi hari
di dekat sumur
gadis-gadis bercanda
sambil menumbuk jagung
menjadi maisena
Sedang di dalam jagung
tungku-tungku menyala.
Didalam udara murni
tercium bau kuwe jagung.
Seongok jagung di kamar
dan seorang pemuda.
Ia siap mengarap jagung
Ia melihat kemungkinan
otak dan tangan
siap bekerja.
Tetapi hari ini :
Seongok jagung di kamar
dan seorang pemuda tamat SLA
tak ada uang, tak bisa menjadi
mahasiswa.
Hanya ada seongok jagung di kamarnya.
Ia memandang jagung itu
dan ia melihat dirinya terlunta-lunta,
Ia melihat dirinya ditendang dari
diskotik
Ia melihat sepasang sepatu kenes dibalik
etalase
Ia melihat saingannya naik sepeda
motor.
Ia melihat nomor-nomor lotre.
Ia melihat dirinya sendiri miskin dan
gagal.
Seongok jagung di kamar
tidak menyangkut pada akal,
tidak akan menolongnya.
Seongok jagung di kamar
tak akan menolong seorang pemuda
yang pandangan hidupnya berasal dari
buku,
dan tidak dari kehidupan.
Yang tidak terlatih dalam metode,
dan hanya penuh hapalan kesimpulan.
Yang hanya terlatih sebagai pemakai,
tetapi kurang latihan bebas berkarya.
Pendidikan telah memisahkannya dari
kehidupan.
Aku bertanya :
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya membuat seorang menjadi
asing
di tengah kenyataan persoalannya ?
Apakah gunanya pendidikan
bila hanya mendorong seseorang
menjadi layang-layang di ibukota
kikuk pulang ke daerahnya ?
Apakah gunanya seseorang
belajar ilsafat, sastra, teknologi, ilmu
kedokteran
atau apa saja
bila akhirnya
ketika pulang ke daerahnya, lalu berkata
“disini aku merasa asing dan sepi !”.

No comments:

Post a Comment